Cerita Sex Tetangga kontrakan janda-

Cerita Sex Tetanggakontrakan janda- Gairahpria.com Kejadian ini berlangsung di tahun 2012. saya baru saja kena PHK di tempat kerja saya yang berkantor di G***** center BSD. Saat itu saya masih berusia 28 tahun. Saya seorang programmer. Anak perantauan dari kota jambi.
Di saat menganggur ini saya memberikan konsultasi (mengerjakan lebih tepatnya) skripsi mahasiswa-mahasiwa tajir dengan tarif yang lumayan sebagai bekal hidup sehari-hari.
Disini saya mengontrak satu petak rumah kontrakan di perkampungan kumuh belakang kompleks mewah Gading Serpong. Kontrakannya hanya terdiri dari ruangan yang disekat 2, kamar mandi dan dapur kecil.
Sebagai orang jawa yang ramah, saya cukup dikenal baik oleh tetangga disini. Salah satu tetangga depan saya adalah seorang ibu-ibu janda berumur 45 tahun yang berasal dari jambi.
Mbak Sintia Namanya. Perawakannya khas ibu-ibu stw montok. Kulitnya sawo matang. Tidak putih. Senyumnya ramah khas wanita jawa tengah. Setiap bertemu selalu tersenyum dan menyapa. Kedekatanku dengannya bermula di suatu sore sepulang saya bertemu dengan klien skripsi.
Saya naik motor menyusuri jalan pulang. Ketika di jalan raya menuju kontrakan, kulihat sesosok yang kukenal dari belakang. Ternyata Mbak Sintia yang baru saja pulang kerja. Lalu saya menghentikan motorku dan menyapanya “Baru pulang Mbak e?
Dari percakapan di sepeda motor, dapat kuketahui bahwa dia bekerja di salah satu pabrik di daerah sini sudah cukup lama. Dia sudah jarang pulang ke kampungnya di Magelang kecuali kalau lebaran.
Hingga akhirnya sampai ke kontrakan, kami cukup akrab untuk bertukar nomor telepon. Sejak saat itu kadang kami suka janjian kalau misalnya kebetulan sore jam pulang kerja saya juga sedang pulang.
Malam itu, saya pulang lebih malam karena jam konsultasi skripsi yang lebih lama. Pulang-pulang lapar dan saya langsung pergi ke warung nasi dekat kontrakan. Ternyata yang tersisa hanya lauknya saja sedikit, nasinya sudah habis. Karena udah laper banget, saya nekat beli lauknya saja dan terpikir untuk meminta nasi ke Mbak Sintia saja.
“Mbak e, udh tdr? Ak mnt tlng pny nasi gk? Mau mkn mlm khbsan nasi di wrung dpn”.
Beberapa detik kemudian dia membalas: “Ada mas dika, sini mkn dsni aj mas di kontrakanku, temeni ak nnton tv skalian”.
Tak berapa lama aku langsung mengetuk pintu kontrakan Mbak Sintia. Melihat Mbak Sintia membukakan pintu kontrakannya aku tertegun.
Dia hanya menggunakan daster tipis you can see. Yang membuatku menelan lidah adalah dia tak mengenakan bh. Samar-samar putingnya tercetak di daster tipisnya.
Lamunanku buyar saat Mbak Sintia menegorku “Katanya laper e mas dika, kok malah bengong?
Sesaat kemudian Mbak Sintia sudah mengambilkan sepiring nasi dan air putih sambal bilang “Kalo kurang nasinya bilang aja yo jangan malu-malu”
Sambil melahap makan malamku, kami lanjut mengobrol :
Mbak Sintia: mas dika udah punya pacar belum?
Aku: Belum Mbak e, wong pengangguran gini siapa yang mau sm aku to mbak?
Mbak Sintia: Gak percaya aku e mas, ganteng gini masa ndak punya pacar?
Aku hanya tertawa kecil mendengar jawaban polos Mbak Sintia. Sejak kepindahanku kesini dari Surabaya 2 tahun lalu, memang tak terpikirkan olehku untuk mencari pacar. Fokusku beberapa tahun ini memang mengejar karir dan mapan dulu. Kalo mumet-mumet dikit biasanya aku pijat ke panti plus plus.
Aku: Mbak Sintia sendiri kok gak nikah lagi? Masi belum bisa lupa mantan suami ya?
Mbak Sintia: Aku nih kemaren sempet pacaran lho mas sama Satpam rumah sakit depan. Cuma dia udah punya istri mas. Aku takut kalo main-main api kayak gtu to mas. Makanya aku udahan aja. Umuran kayak aku susah e mas cari pacar yang lajang. Sekarang aku mau cari uang aja mas buat biaya sekolah anak di kampung.
Aku: Aku mau cari uang dulu yang banyak biar nanti gak ditinggal istri kayak Mbak Sintia. Istri cantik gini harusnya dijaga to?
Mbak Sintia tertawa kecil sembari menjawab “ah bisa aja kamu mas, wongg udah tua gini kok dibilang cantik”.
Aku tertawa sambil meyakinkan “beneran loh Mbak Sintia ini masih cantik, masih seksi”
Lalu obrolan terhenti saat aku telah selesai makan. Mbak Sintia membereskan piring bekas aku makan. Lalu aku memberanikan diri bertanya
Aku: Mbak Sintia emang gak kesepian sendirian terus?
Mbak Sintia: wes biasa aku mas, udah lama aku jadi janda.
Aku: emang nggak kangen ada yang ngelonin to mbak?
Sambal tersipu malu dan melengos ke dapur membawa cucian Mbak Sintia memberikan jawaban yang membuatku berpikir ada celah kesempatan “kenapa tanya-tanya mas? Emang kamu mau ngelonin?”
Kembali dari dapur lalu kami terdiam canggung sambil nonton tv. Setelah omongan tadi, otakku berkecamuk membayangkan body bahenolnya Mbak Sintia. Payudaranya yang menyembul dari balik daster. Membuatku tak konsen menonton tv.
Setelah beberapa saat aku lalu berpamitan pulang ke kontrakanku dan berterima kasih untuk nasinya. Lalu iseng aku bertanya lagi sebelum pulang kepada Mbak Sintia “Jadi mau dikelonin to mbak?”
Lalu Mbak Sintia terdiam lama. Terlihat berpikir keras. lalu dia menjawab “yowis mas kamu tidur malem ini di tempatku yo, tapi jangan sampe ada yang tau. Nanti pintu kontrakanku tak ku kunci. Kamu masuk aja kalo udah agak sepi yo mas”.
Dengan girang aku Kembali ke kontrakanku, membayangkan mala mini aku akan menghajar body bahenolnya Mbak Sintia habis-habisan. Aku langsung buru-buru pulang dan mandi. Setelah mandi, aku langsung bergegas ke kontrakan Mbak Sintia.
Tepat pukul 11 malam, area kontrakan sudah terlihat sepi. Setelah melihat kiri kanan tetangga kontrakan dan sudah terlihat tidak ada siapa-siapa, tanpa mengetuk aku langsung masuk ke kontrakan Mbak Sintia.
Ternyata Mbak Sintia juga terlihat habis mandi, rambutnya yang Panjang dia gelung terlihat agak sedikit basah. Lalu aku langsung mengunci pintu kontrakan.
Mbak Sintia langsung mematikan saklar lampu. Lalu Mbak Sintia berbisik “Mas kita jangan sampe ketauan orang ya mas”. Lalu aku menarik Mbak Sintia untuk memeluknya dan langsung kugiring keu tempat tidur.
Lalu aku melepas semua pakaianku dan naik ke tempat tidurnya. Mbak Sintia sudah pasrah dalam posisi tiduran.
Lalu aku mulai mencium dan memainkan lidahku di bibirnya sambil tanganku meraba masuk ke dalam daster tipisnya, ternyata Mbak Sintia sudah tidak memakai bh dan cd. Agak lama barulah aku melepaskan lidahku, lalu beralih menciumi sekujur wajahnya.
Pipi, dahi, telinga, leher, dagu lalu Kembali lagi ke bibirnya. Sambil kurasakan buah dadanya yang sudah agak kendur masih lumayan kenyal.
Lalu tanganku mulai meraba bagian bawah perutnya, merasakan bulu jembut yang lebat. Aku semakin bergairah. Mbak Sintia hanya bisa mendesah di tengah bibirnya yang gelagapan berusaha aku lumati.
Setengah jam lamanya aku menjelajahi body bahenolnya Mbak Sintia, lalu mulai kulepas dasternya. Lalu kucucup buah dadanya bergantian kanan dan kiri, kuhisap, kugigit-gigit kecil dan kujilati.
Kumainkan putingnya dengan lihai oleh lidahku. Tubuhnya semakin bergerak tidak karuan dan semakin mendesah Ketika kutelusuri perutnya oleh lidahku.
“Aduh aku udah gak tahan mas” desisnya. Kontolku sudah keras tegak menjulang tak sabar ingin memasukki gua garba milik Mbak Sintia, lalu aku meminta persetujuannya “masukkin sekarang ya mbak?” Mbak Sintia pun mengangguk.
Di sela-sela ittu aku bertanya
Aku: kapan terakhir dimasukin mbak?
Mbak Sintia: udah lama mas, terakhir sama mantanku yang satpam itu to mas udah 6 bulan lebih
Lalu aku tersenyum sambil menggoda “wah udah rapet lagi donk?” yang disambut dengan tawa kecil Mbak Sintia.
Di tengah remang-remang lampu kamar mandi yang masuk melalui celah pintu, aku mencoba meraba gua kenikmatan Mbak Sintia yang Nampak sudah basah.
Lalu kucoba kumasukkan kontolku perlahan. Kucoba kumasukkan kepala kontolnya. Mbak Sintia mendesis
“Awh pelan-pelan mas, gede banget punyamu”.
Kumasukkan sambil kuresapi hangatnya inchi demi inchi hingga akhirnya seluruh kontolku sudah masuk dan terasa mentok menghentak memek Mbak Sintia. Mbak Sintia lalu mendesis kecil.
Hangat sekali rasanya dan seperti agak dipijit-pijit. Setelah masuk, aku melumat Kembali bibir Mbak Sintia, kukecup dan kumainkan lidahnya sebelum aku genjot perlahan.
Perlahan aku mulai memompanya. Plak! Plak! Plak! Suara tersebut terdengar setiap kali aku menghujamkan kontolku ke memek legitnya.
Gesekan antara jembut kami membuat sensasi kepuasan tersendiri. Nikmatnya sampai ke ubun-ubun. Aku semakin bergairah. Lalu kuangkat kaki Mbak Sintia ke bahuku dan mulai menghujamkan kontolku secara teratur.
Mbak Sintia semakin terlihat kesetanan, desahannya semakin kencang. Nafasnya mendesah-desah. setengah jam sudah.
Gairahku memuncak, air maniku seperti sudah menjalar ke ujung kontolku. Lalu aku menghentikan genjotanku seketika. Menahan sekuat tenaga agar maninya tidak keluar dulu, kontolku berkedut-kedut menahan di dalam hangatnya gua garba Mbak Sintia.
Mbak Sintia bertanya sambil terengah-engah “ahhh ssshhh kenapa berhenti sayang?”
“Huff aku gak tahan mau keluar sayang, bentar dulu ya”
Setelah beberapa detik jeda, aku mulai menggenjot Mbak Sintia ke posisi semula sambil melumati bibir seksinya. Nafas Mbak Sintia mulai mendesah Kembali. Aku cucupi payudara besarnya sambil kugenjot. Kulumati lagi lehernya lalu ke dagu dan Kembali kuhisap bibirnya.
Setelah beberapa lama, tiba-tiba paha Mbak Sintia menggapit pinggangku kuat, tubuhnya mulai bergetar, aku mempercepat genjotanku dan mulai mengerang
“Sayang.. ahhh ssshhh jangan keluarin di dalem yang ssshh” rengeknya sambil mendesah
“Aku pengen ahhh ahhh.. keluar di dalem aja, diluar gak enak ahhh” jawabku terengah-engah
“Aku bisa hamil, Man, ahhh ahhh!” desisnya sambil mengerang
Kugenjot semakin kuat membuat kontolku terbenam sangat dalam di memeknya yang sempit. Kupeluk tubuh montoknya. Nikmat bertemu nikmat, croott crooott croot, kusemprotkan spermaku beberapa kali dan disaat bersamaan paha Mbak Sintia menggapitku dengan sangat kuat kami mengejan bersamaan. Tubuh kami terkejang-kejang kelojotan menumpahkan sperma dan mani bertubi-tubi.
“Man aku bisa hamil Man”
“Aku gak percaya, emang masih bisa hamil?”
“Aku masih mens”
Pukul 5 pagi aku mulai terjaga. Tubuh montok Mbak Sintia masih tertidur pulas di samping kiriku, memunggungi dengan posisi bongkok udang. Kami tidur dalam keadaan telanjang.
Kecapean, kami tidak bersih-bersih setelah pertempuran semalam. Kutarik selimut ke bawah dengan kaki sehingga tubuh gempalnya terpampang.
Teringat pertempuran semalam, kontolku langsung berdiri tegak Kembali. Tangan kananku berusaha menggapai Memek Mbak Sintia dari belakang. Kuelus-elus pelan. Mulai kuciumi tengkuknya lalu pindah ke pundaknya.
Bergantian kusentuh putingnya dengan ibu jari dan teunjuk. Mbak Sintia hanya berdesis dan menggumam tak jelas.
Kuelus-elus Kembali permukaan memeknya hingga agak lembab. Lalu kutarik badan Mbak Sintia hingga telentang. Kukangkangkan pahanya lalu kujilati lubang sempit bergelambir milik Mbak Sintia dengan lidahku dari bawah hingga ke atas berulang-ulang, kadang ku bermain kugigit-gigit kecil klitorisnya. Mbak Sintia mulai menggeliat.
“Ahhh mass…!” teriaknya kecil saat kucucup gua gerbanya.
“Ssshhh mas semalem belum puas to?”
Aku hanya tersenyum lalu mulai mensejajarkan tubuhku dan kugesek-gesekan kontolku yang sudah sangat tegang ini ke memeknya.
“Aku ndak puas kalo Cuma sekali, pengennya kuentot seharian mbak” aku menyengir sambil kukecup bibirnya.
“Eghhhhhh” Mbak Sintia mendesis lirih Ketika lidahku memasukki mulutnya.
Lalu dengan penuh nafsu, kujilati buah dadanya yang menggunduk besar itu. Kubuka selangkangannya Kembali, SLEBBB dengan perlahan aku mulai memasukkan zakarku ke dalam memeknya lalu kudiamkan pantatku.
Lidahkupun mulai menyusuri tetek Mbak Sintia dan Kembali ke bibir sambil tanganku meremas gemas payudaranya.
Memeknya mulai terasa licin. Mbak Sintia kelihatan sudah mulai terangsang untuk sama-sama menggapai nikmat pagi ini.
Perlahan mulai kugenjot. Gerakan naik turun, maju mundur, keluar masuk, memutar, sambil lidah kami saling berpagut membuatku gila akan nikmatnya. Kedua tangan Mbak Sintia pun mulai merangkul leherku.
“Shhhh eghhh sssshhhh…” Mbak Sintia mulai mendesis cepat.
Aku bergerak keluar masuk dengan santai. Pantat Mbak Sintia mulai sesekali mengimbangi Gerakan pantatku dengan berputar atau mengangkat. 10 menit sudah kami bergerak berirama.
“Shh sayangg aku.. shhh pengen di atass shhh” pinta Mbak Sintia sambil mendesah
Kubalik badan Mbak Sintia seketika hingga posisinya saat ini dia ada di atasku.
Mbak Sintia mulai menduduki kontolku dan menggoyang pantatnya. Kontolku diulek-uleknya dengan Gerakan mauju mundur dan memutar. Dari bawah aku bisa melihat buah dadanya yang indah terangguk-angguk. Kedua tangannya menuntun tanganku untuk meremasnya. Kupilin putingnya hingga dia semakin menggila.
“Ayoo Mbak… puter yang dalem mbakk, enak banget akhhh” erangku
Gerakannya mulai cepat dan tak beraturan diikuti deru nafasnya yang semakin memburu dan mendesah.
“Mann eughhh aku mau keluarr mannnn ahhhh remass mannnn” teriaknya
Seketika tubuhnya mengejang, berkejat berkali-kali sambil mendongakkan kepalanya ke atas dan kedua tangannya membantu memperkuat remasanku di buah dadanya. Aku bisa merasakan geombang orgasmenya. Kontolku berasa diremas berkali-kali di dalam vulvanya.
Lalu tubuhnya ambruk diatasku, nafasnya tersengal-sengal.
“Mbak, aku pengen hajar kamu dari belakang ya?”
Tak tunggu lama langsung kubalik badan bongsornya. Kusuruh Mbak Sintia berbalik menelungkup, lalu kutumpuk 2 bantal di bawah pinggulnya. Untuk menaikkan moodku, kujilat Kembali pepeknya dari belakang, kucucup habis lendir kenikmatan yang keluar saat orgasme tadi. Kumainkan klitorisnya, kugigit-gigit kecil, kutarik-tarik hingga Mbak Sintia Kembali mendesah.
Bersambung…
Langsung kuhujamkan keras kontolku BLESSSSS. Mbak Sintia sudah tak mampu menggerakan tubuhnya lagi Ketika kurayapi tubuhnya dari belakang dan menancapkan kontol tegakku ke lubang memeknya menggantikan lidahku.
“Aakkkkhhh pelan-pelan sayang.. aku masih linu” teriaknya kecil
Aku tak pedulikan perkataan Mbak Sintia, aku hujam kontolku dengan keras berkali-kali sambil kuciumi tengkuknya kesetanan.
“Akkhh ampun mass… aku gak tahan lagi dah lemes banget mas” Desis Mbak Sintia sambil tangannya meremasi sprei di ujung tempat tidur.
“Ssshhh jangan keras-kerass ahhh.. masss shhhhhh” ucapnya sambil tersengal-sengal.
Kuhujamkan dengan ritme cepat, cepat dan semakin cepat. Mbak Sintia ikut terlonjak-lonjak mengikuti irama tarikan kontolku.
“Eughh eghhh Aku mau keluar mbak.. ssshhh egghh” bisikku dengan suara parau
“Jangan di dalamm ahhh.. aku bisa hamil mann ahh ahhh” ucapnya terengah-engah karena genjotanku yang cepat.
Kurasakkan mani mulai menyeruak ke ujung kontolku, mendadak tubuhku mulai mengejang.
Buru-buru kucabut kontolku dari lubang nikmat Mbak Sintia dan menyemprotkan sperma dengan deras ke pantat dan punggung Mbak Sintia.
Spermaku berhamburan kemana-mana. Ada yang melesat jauh ke sprei dan rambut Mbak Sintia bahkan sempat ada yang tertinggal di dalam karena aku agak telat mencabut.
Tapi aku tidak peduli.
Tubuhku ambruk, lemah lunglai tubuhku di atas punggung Mbak Sintia yang acak-acakan penuh dengan noda spermaku. Nafas kami tersengal-sengal. Peluh dan keringat membasahi sprei kami pagi itu. Kukecup pipinya dari belakang.
“Terima kasih ya Mbak” bisikku
Setelah agak reda nafasku, kugesek-gesekkan kontol yang masih tegang ini ke pantat dan punggung wanita setengah baya yang usianya lebih pantas menjadi ibuku ini. Kubersihkan sisa-sisa sperma yang masih bersisa di kontolku dengan memeperkan kontolku ke pantatnya.
Llau aku berbalik telentang, kutarik tubuhnya untuk kupeluk erat. Kegiatan paling kusuka setelah bercinta adalah berpelukan. Rasanya bikin makin puas dan terkoneksi dengan pasangan yang diajak bercinta.
Mbak Sintia mencubit pipiku “Pagi-pagi aku wes dinakali to mas”
“Tapi Mbak suka to hehehehe?”
“Hihihi udah lama aku tak disiram mas, rasane plong kepalaku. Tapi kejadian ini jangan sampe bocor sama tetangga disini yo mas, janji, aku takut nanti ada yang melaporkan ke RT nanti kita diusir”
“Gak akan aku bocorin ke siapapun asal setiap hari dikasih pepek legit ini” kuelus memeknya sambil tertawa usil. Mbak Sintia membalas mencubit perutku dengan keras dan kamipun tertawa. Lalu kamipun lanjut berciuman hingga akhirnya kami mandi Bersama.
Aku bergegas Kembali ke kontrakanku sebelum para tetangga mulai bangun dan ramai beraktivitas di depan.
Intensitas bercinta kami sangat sering, hampir setiap malam kami bercinta. Mbak Sintia mulai rutin mengkonsumsi pil KB untuk mencegah kehamilan dan agar aku leluasa menumpahkan spermaku di dalam memek legitnya. Kami sudah bagaikan pengantin baru yang haus mereguk kenikmatan. Bahkan pernah suatu hari kami melakukannya di dapur sebelum dia berangkat kerja pagi-pagi karena aku tidak tahan ingin menghajarnya.
Darisini aku mulai mengenal sosok Mbak Sintia lebih dalam. Seorang yang sangat care dan baik hati. Layaknya suami istri, aku seringkali dimasakkan setelah dia pulang kerja. akupun menjadi sering menjemput dia pulang kerja, membelikan dia makanan dan membantu biaya sekolah dua anaknya kalau sedang ada rezeki lebih.
Hingga suatu saat aku mendapat panggilan kerja di salah satu perusahaan IT di daerah Kuningan Jakarta. Dikarenakan jarak kantornya yang jauh mengharuskan aku untuk pindah kost kesana. Berat rasanya menyampaikan berita ini kepada Mbak Sintia, karena dulu rasanya udah mulai sayang gan.
Saat kepindahan dan berpamitan, Mbak Sintia pun menangis karena tidak mau ditinggal. Aku merasa kasihan sekali. Dia berkata kalau dia tidak punya siapa-siapa disini, dan dengan adanya aku dia merasa ada yang menemani.
“Mas Iman ndak kangen aku jepit to?”
Aku tersenyum membaca sms yang masuk ke ponselku. Sudah seminggu sejak kepindahanku ke Jakarta kami belum bertemu.
Kesibukan di tempat kerja baru membuat si otong tidak sempat mengadakan kunjungan ke lembah kenikmatan Mbak Sintia. Proses adaptasi di kantor baru memang melelahkan.
“Kangen donk mbk e, aku kngen djepit dari blkng he3x” balasku
“Kpn donk mas dika main kesini? Ak dah kangen pengen disirami to mas, udah kemarau ini di bawahku hihihi”
Membacanya saja langsung membuat kontolku tegang. Aku langsung menelpon Mbak Sintia untuk membuat janji bertemu. Kami sepakat untuk tidak bertemu di kontrakan karena tetangga pasti akan curiga.
Aku sengaja membuat janji pada jumat malam untuk menyewa sebuah kamar di hotel melati di daerah serpong.
Jumat sore aku semangat sekali. Aku berusaha pulang tenggo untuk memacu motorku keluar batas Jakarta untuk mereguk kenikmatan yang sudah seminggu ini absen kurasakan.
Satu jam kupacu motorku cepat-cepat untuk menjemput di jalan dekat kontrakan. Aku tak berani menjemput Mbak Sintia di kontrakan dengan resiko berjumpa orang yang mungkin akan mengenalku.
Di ujung jalan kulihat sosok yang kukenali, mengenakan pakaian berbahan kaus yang cukup ketat berwarna merah. Celana jeans ketat yang mempertontonkan pantat seksinya.
Pilihan pakaian agak norak khas wanita stw yang berasal dari daerah. Rambutnya yang Panjang digelung.
Lipstiknya pun berwarna merah. Hanya melihatnya saja jantungku rasanya ingin cepat-cepat sampai hotel mengulum bibirnya hingga lipstiknya pudar.
“Wangi banget neng, ikut abang yuk” Godaku saat motorku terhenti di depannya. Mbak Sintia langsung memukulku manja sembari tertawa kecil.
“Boleh bang, bawa neng kemana aja abang mau neng pasrah”. Timpalnya berusaha membalas candaanku sambil menaikkan tubuhnya ke boncengan motorku. Kami tertawa.
Sepanjang jalan, tangan Mbak Sintia berusaha menggapai dan mngelus-ngelus kontolku yang sudah tegang sedari tadi dari luar celana jeans, membuatku tidak fokus menyetir. Badannya sengaja dicondongkan menekan punggungku.
Gundukan payudaranya sungguh terasa, membayangkan aku akan menjamahnya sepuas hatiku malam ini membuat aku memacu motorku lebih cepat untuk sampai ke hotel.
Sesampainya di hotel aku langsung rebahan dengan Mbak Sintia. Perjalanan Jakarta-serpong menggunakan motor ini membuat tulangku berasa dilolosi.
Aku suka masih heran dengan orang-orang yang setiap hari harus pulang pergi ngantor naik motor mengarungi kemacetan dan jalanan menuju serpong setiap pulang kerja.
Mbak Sintia menawarkanku untuk pijat, namun aku menolak karena ingin segera menuntaskan hasratku yang daritadi sudah meluap. Aku langsung saja mengajaknya mandi.
“Mbakku sayang, aku pengen dimandiin donk” ucapku manja
“Dimandiin aja atau yang lain juga to mas?” godanya
Aku tersenyum sambil melepas semua pakaianku dan membantu Mbak Sintia melucuti pakaiannya hingga pemandangan yang kurindukan terpampang di depanku.
Payudaranya yang seolah melambai minta ingin segera dicucupi, Perutnya yang sudah agak sedikit montok membuncit ada beberapa garis selulitnya, tapi justru yang seperti ini yang bikin aku bergairah.
Dipikir-pikir body Mbak Sintia itu bahenol sekali. Aku kadang suka heran dengan mantan suaminya dulu yang dia tinggalkan, aset sebaik ini tidak dipelihara. Mukanya pun manis tidak bisa dibilang biasa saja, ditambah bibir seksinya yang murah senyum membuat lelaki manapun akan berpaling.
Apalagi kalo sudah merasakan pijatan lubang kenikmatannya di kontolku, rasanya aku ingin menghajar dia seharian penuh kalo kuat.
Lalu kurangkul dan kubimbing Mbak Sintia ke kamar mandi. Air panasnya aku atur agar tidak terlalu panas. Aku mulai menyabuni tubuh montoknya, terutama bagian payudara kusabuni agak lama. Karena sudah gemas daritadi ingin meremas.
“Mas Iman mulai nakal e mainnya lama disituu terus, udah gak tahan ya?” Godanya, kubalas dengan tawa kecilku.
Lalu kulanjutkan ke selangkangan, memeknya yang telah dicukur bersih terasa licin saat kusabuni. Kucoba masukkan jari tengahku saat membersihkan belahan memeknya..
“Shhhh Man geli bangett..” desisnya
Lalu aku minta gantian disabuni. Mbak Sintia memandikan aku seperti memandikan anaknya sendiri. Hanya di bagian batang kontolku dia sering melakukan kocokan halus sehingga kontolku mulai berdiri tegak.
Nikmat sekali rasanya membersihkan diri setelah perjalanan jauh yang kutempuh demi kesini dan menghajar STW montok satu ini. Berbalut handuk, kami Kembali ke tempat tidur.
Aku menyuruh Mbak Sintia langsung masuk ke bawah selimut tanpa mengenakan sehelai benangpun. AC kamar hotel ini terasa dingin sekali, apalagi habis mandi gini tidak tahan rasanya berlama-lama telanjang.
Aku langsung memeluk tubuh Mbak Sintia yang kedinginan.
“Udah siap kubikin banjir malem ini Mbak?” tanyaku sambil tersenyum
Mbak Sintia hanya menatapku sayu penuh arti.
Lalu mulai kupagut bibirnya perlahan, kutembus katup giginya menggunakan lidahku.
Sepuluh menit lamanya kucium, kujilat dan kusedot lidahnya tanpa lepas. Kutumpahkan kerinduanku padanya seminggu ini melalui cumbuan.
Agak lama barulah kulepaskan ciumanku, mulai kujelajahi area leher dan belakang kupingnya menggunakan lidah dan dengusan nafasku. “Sssshhhhh..” Mbak Sintia mulai mendesis..
Tanganku mulai bergerilya meremas payudaranya yang sudah agak kendur. Birahi Mbak Sintia mulai bangkit ditandai dengan nafasnya yang memburu diikuti desahan-desahan.
Lalu mulai kubuka selimutnya, terekspos lah tubuh bugil kami berdua yang sedang bergelut dengan kenikmatan. Kuhisap kedua buah dadanya bergantian kiri dan kanan.
Lalu aku menggerayangi area kewanitaannya yang terasa sudah mulai licin. Aku turun menciumi perutnya yang sedikit bergelambir sambil jariku memainkan klitorisnya. Mbak Sintia mengejat setiap aku usap klitorisnya.
Aku terus menciumi area bawah perutnya hingga ke gundukan memeknya yang kini bersih tanpa bulu.
Lidahku terus menyapu, menelusup dan menjilat-jilat liar area sekitar gelambirnya, membuat Mbak Sintia semakin kelojotan.
Yang membuatku suka mengoral Mbak Sintia adalah karena lubang memek Mbak Sintia sangat bersih dan wanginya khas, dia sangat pandai merawat area kewanitaannya.
Lidahku mulai bermain lebih dalam lagi, menekan ke area klitorisnya. Mbak Sintia mulai kewalahan dengan rangsangan yang kuberikan.
“Aduuhh shhh Man enakk e Mannn” desahnya berkali-kali.
Tiba-tiba dia terdiam dan tidak berapa lama kemudian menjerit keras dan bersamaan dengan itu seluruh permukaan kemaluannya berkedut-kedut.
Mbak Sintia mencapai orgasme pertamanya. Aku bekap mulutku ke memeknya dan menghentikan Gerakan lidah. Tangan Mbak Sintia menekan kepalaku agar lebih ketat menekan memeknya.
Selesai menuntaskan orgasmenya, Mbak Sintia tergolek lemas. Kukecup bibirnya sebelum aku melanjutkan permainanku.
Aku mencolokkan jari telunjuk dan jari tengahku ke dalam Memek Mbak Sintia, terasa ada tekstur halus menonjol di bagian atas langit-langit lubang kenikmatannya. Perlahan kuraba halus, awalnya Mbak Sintia hanya diam saja.
“Akhhh Mann terusss mannn aku mau keluar lagii ahhh”
Dari celah vaginanya menyemprot cairan yang agak kental beberapa kali ke mukaku. Segera kulap cairan tersebut menggunakan tissue.
“Ohhh Man rasane kok uenak banget yoo ak sampe lemes” ujar Mbak Sintia
Tak peduli dengan perkataannya, tidak kuberi jeda aku langsung beringas menindih dan menghujamkan kontolku yang sudah lama mengeras. Meski memeknya sudah banjir lendir, jepitannya masih terasa mencengkeram.
Berbulan-bulan hampir setiap hari mereguk kenikmatan Bersama Mbak Sintia, aku belajar apabila Mbak Sintia orgasme duluan, otot-otot vaginanya demikian mengembang sehingga memberi efek lebih menjepit ke kontolku.
Aku lanjutkan memompa dengan kasar. Lonjakan-lonjakan tubuh kekarku memaksa paha Mbak Sintia mengangkang selebar-lebarnya.
Kuperkuat genjotanku, kubenamkan kontolku sedalam-dalamnya. Tak lama paha Mbak Sintia tiba-tiba menggapit kuat pinggulku, tangannya menekan pantatku untuk masuk sedalam-dalamnya mengobok vulvanya yang nikmat, Mbak Sintia mengerang Panjang dan mencapai orgasme untuk yang ketigakalinya.
“Aduhhhh mann wisss sshhh lemes bangett ampunn ssshh” pintanya
Aku terus lanjut menggenjot tubuh montoknya. Kuposisikan agar hujamanku menyentuh area sensitive di dalam memeknya, bibirnya masih meracau keenakan.
“Ahhh enakk sayang? Hahh? Eughh eughhh” tanyaku sambil tersengal-sengal keenakan
“Ahhh ahhh shhhh enak banget sayangg shhh” jawabnya
“Apaanya yang enak eghhh sayang?”
“Kontolnya..”
“Aku crotinn memek kamu sekarang yah eghh eghh”
Rasa nikmat mulai menyeruak ke ujung kontolku, orgasme kian mendekat, hujamanku semakin menggila ritmenya hingga akhirnya kuledakkan sperma di dalam gua nikmat milik Mbak Sintia. Tubuhku mengejan berkali-kali seiring spermaku berlarian memenuhi lubang nikmat wanita setengah baya ini.
Spermaku terlalu banyak memenuhi ruang sempit vaginanya hingga terasa lelehannya mengalir deras melalui kedua kelamin kami yang masih saling Bersatu. GAIRAHPRIA.COM
Setelah nafasku agak mereda, kucabut perlahan kontolku dari lubang memeknya. Campuran cairan mani kami langsung berhamburan keluar dari lubang memek Mbak Sintia, melintasi lubang anusnya dan tumpah ke sprei.
Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tak terasa kami bergulat di kamar sudah lebih dari satu jam. Setelah Kembali bebersih, kami mencari makan keluar karena sudah menghabiskan banyak energi dan membuat kami berdua menjadi lapar.
Pertemuan seminggu sekali menjadi rutinitasku Bersama Mbak Sintia setelah kepindahanku ke Jakarta. Namun seiring waktu dan dengan banyaknya kesibukan kami, intensitas bertemu kami kian mengendur hingga akhirnya kami lost contact.
Demikian sepenggal kisah hidup saya dengan Janda STW beberapa tahun lalu. Mbak Sintia adalah satu dari beberapa Wanita STW yang pernah mampir di petualangan hidupku.
Dari dulu saya memang mempunyai kecenderungan menyukai wanita yang lebih tua. Namanya hidup ada yang datang dan ada yang pergi. Sudah biasa.
|GAIRAHPRIA.COM (MATAUANGSLOT) |GAIRAHPRIA.COM