Cerita Sex Anak Kandung sendiri -

Cerita Sex Anak Kandung sendiri – Gairahpria.com Saya membeli sebuah sepeda gunung bekas dari tukang loak yang berkeliling di depan rumah. Murah, hanya 50 ribu rupiah. Rangkanya masih mulus, hanya velg-nya saja yang berkarat dan bannya yang perlu diganti dengan yang baru. Kalau sudah diperbaiki, bisa dipakai untuk berolah raga atau menjadi mainan kedua anak saya.
Hari Sabtu, saya libur. Pagi-pagi saya mengeluarkan sepeda bekas itu ke halaman, lalu berjongkok mengamplas velg-nya yang berkarat. Tidak lama kemudian Muti Mutiara, anak gadis saya yang berusia 16 tahun, keluar dari rumah.
“Bel, tolong ambilkan amplas lagi di kotak perkakas untuk Papah,” suruh saya.
Tapi Muti Mutiara tertawa cekikikan sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan seperti ada sesuatu yang aneh pada diri saya.
“Kenapa sih kamu ketawa begitu?” tanya saya heran.
“Ituu… titit Papah keluar dari celana…!” tunjuknya dengan jari ke selangkangan saya.
Haahh…??!
Saya benar-benar kaget dan buru-buru melihat ke bawah. Benar, penis saya keluar dari celana. Kenapa saya tidak merasakan celana saya koyak ya, atau penis saya dingin kena angin? Duhhh… duhhh… panas wajah saya seperti terpanggang api.
Muti Mutiara sudah meninggalkan teras. Saya pergi membuka kran air mencuci tangan, maksud saya mau ganti celana pendek. Tapi kemudian Muti Mutiara keluar dari rumah.
“Ini Pah amplasnya? Bener nggak begini?” tanya Muti Mutiara menyodorkan gulungan amplas yang dipegangnya pada saya.
“Iya benar, tolong pegang dulu, tangan Papah basah.” jawab saya memandang Muti Mutiara yang berdiri di depan saya. “Bagaimana tadi kamu melihat titit Papah, takut nggak?” tanya saya iseng sambil mengeringkan tangan saya yang basah di celana saya.
“Ngg… ngg… nggak tau, Pah!” jawab Muti Mutiara malu.
“Baru pertama kali melihat atau sudah pernah?” tanya saya lagi.
“Hii.. hiikk…” Muti Mutiara tertawa.
“Masa hanya ketawa sih. Kamu kan sudah besar, ayo kita diskusi.” kata saya.
“Baru pertama kali, Pah. Tapi Papah jangan cerita sama Mamah, ya?”
“Nggak, masih mau melihat lagi? Maksud Papa, supaya kamu tau apa itu penis.”
“Ini Pah, amplasnya.” Muti Mutiara mengalihkan pembicaraan.
Saya mengambil gulungan amplas dari tangan Muti Mutiara. “Bikinkan kopi buat Papah ya, nanti balik lagi kesini, kita ngobrol.” kata saya tidak kehilangan akal.
Muti Mutiara masuk ke rumah. Saya duduk di tepi lantai teras menunggu Muti Mutiara dengan tak sabar. Kira-kira 10 menit saya menunggu, Muti Mutiara datang membawa kopi untuk saya. “Ini Pah, kopinya!” ia berjongkok meletakkan gelas kopi di lantai.
“Siapa yang bikin, Mamah atau kamu?” tanya saya memancing supaya Muti Mutiara tidak buru-buru pergi.
“Hee.. hee.. Mamah…”
“Ayo, duduk sini!” saya meraih pundak Muti Mutiara.
Muti Mutiara duduk di samping saya. “Papah bukan mengajarkan kamu yang nggak baik.” kata saya mengambil tangan Muti Mutiara yang halus dan mulus, lalu saya remas pelan-pelan. “Papah sayang sama kamu. Makanya karena kamu sudah terlanjur melihat penis Papah, Papah akan mengajari kamu sex, supaya nanti kamu pacaran, nggak dibohongi sama pacar kamu.”
Sambil meremas tangan Muti Mutiara, sebelah tangan saya mengangkat gelas kopi. “Hii.. hiikk… iihh… Papah, nggak ditutupin, nanti kelihatan dari jalan.” kata Muti Mutiara ketika melihat penis saya muncul dari bagian celana saya yang sobek.
“Sini, tutupin dengan tanganmu!” saya menarik tangan Muti Mutiara ke selangkangan saya.
“Iihh… Papahh… Papahhh… nggak mau.. gelii…” seru Muti Mutiara menarik tangannya.
Tapi apalah artinya sebuah tangan yang kecil dengan tangan saya yang besar dan kuat? Saya berhasil menelungkupkan telapak tangan Muti Mutiara ke penis saya. “Iihhh… Papah, orang gak mau dipaksa!” kata Muti Mutiara cemberut.
“Anggap saja kamu pegang penis pacarmu, karena nanti kamu pacaran, pasti suatu hari pacarmu akan meminta kamu memegang penisnya.” jawab saya. “Apakah kamu nggak mau pegang, ayo? Kalau kamu sayang sama pacarmu, pasti kamu mau pegang penisnya ya kan?” kata saya.
“Hii… hiikk… jadi keras, Pah?”
“Karna tanganmu ajaib!” seloroh saya.
“Iihh… Papah! Plaakk…!” Muti Mutiara memukul paha saya dengan manja.
Saya memeluk pundak Muti Mutiara dan mencium rambutnya. “Pegang lagi!” bisik saya.
Tangan Muti Mutiara menuju ke penis saya yang sudah setengah tegang, lalu penis saya dipegangnya. “Remas…” bisik saya mengajari tangannya meremas batang penis saya.
Muti Mutiara tidak melawan. Dengan diam dan kepalanya bersandar di pundak saya, telapak tangannya yang mulus itu meremas batang penis saya pelan-pelan. Gelora kenikmatan menjalari tubuh saya. Saya mengangkat gelas kopi, lalu meneguknya.
Gelora kenikmatan semakin mengejar saya. Akhirnya saya mengejang. Saya memeluk pundak Muti Mutiara erat-erat, kemudian saya mengajari tangan Muti Mutiara mengocok Kontol saya.
“Ooohhh… ooowhhh… “ lenguh saya ketika air mani saya keluar dari penis saya. Crroott… crroooottt…
“Papahhh…. “ desah Muti Mutiara.
Saya mencium rambutnya berulang-ulang. “Terima kasih, sayang. Vagina kamu terasa apa-apa, nggak? tanya saya mencoba memegang selangkangan Muti Mutiara yang tertutup celana pendek.
Rasanya hangat dan sedikit lembab. “Papahhh…” desah Muti Mutiara lagi, sehingga membuat saya berani mengelus selangkangannya dengan jari jemari saya. “Ooohhh… Papahhhh…” desah Muti Mutiara menarik napas panjang. Pahanya yang kaku menjepit tangan saya.
“Ayo kita ke kamar!” ajak saya menarik Muti Mutiara bangun dari duduknya.
Muti Mutiara tidak membantah. Kopi tinggal ¼ gelas saya tinggalkan di lantai. Riko, adik Muti Mutiara yang berumur 13 tahun sedang duduk di kursi nonton televisi dengan sebungkus potato chips. Ia tidak menghiraukan saya dan Muti Mutiara masuk ke kamar.
Istri saya sedang mencuci pakaian di kamar mandi. Saya mengunci pintu kamar Muti Mutiara. Muti Mutiara berbaring di tempat tidur dengan kedua kaki berjuntai ke lantai. Ia membiarkan saya menarik lepas celana pendek dan celana dalamnya.
Saya tidak mau banyak memperhatikan vagina Muti Mutiara yang sudah telanjang itu. Saya membuka lebar paha Muti Mutiara, lalu segera mulut saya mengulum vagina Muti Mutiara yang rasanya asin berbau pesing dan agak amis itu. “Oooo… Papahh… Papahh…” desah Muti Mutiara menggelinjang.
Saya menjilat klitorisnya yang sudah mulai mengeras, Muti Mutiara memegang rambut saya dengan tangannya. “Ooo… Papp… ppaahhh… Papp… paaahhh….” rintih Muti Mutiara mulai mencengkeram rambut saya.
“Paapp… paaahhh… Paapp… paahhhh….” kemudian tubuh Muti Mutiara bergetar hebat, napasnya tersengal-sengal.
Saya melepaskan vagina Muti Mutiara dari mulut saya. Muti Mutiara terbaring lemas di tempat tidur. Saya berbaring di sebelahnya mengelus rambutnya. “Enak, sayang?” tanya saya.
Muti Mutiara memeluk saya. Saya mengecup bibirnya sejenak, lalu saya memakaikan kembali celananya dan membiarkan ia tidur. Siangnya istri saya mengajak saya ke salon untuk gunting rambut.
Riko mau pergi ke rumah temannya mengerjakan PR, jadi ia tidak ikut. Kami berangkat bertiga. Saya ingin memanjakan Muti Mutiara supaya suatu hari saya bisa mendapat lebih dari tubuhnya. Saat mamanya sedang potong rambut, saya mengajak Muti Mutiara ke toko handphone.
Saya membiarkan ia melihat-lihat dan ketika ia berdiri terpaku cukup lama di sebuah stand handphone, saya mendekatinya dan bertanya, “Mau yang ini?”
“Papa mau beliin buat aku? Kan baru setahun hape aku?” katanya.
“Iya, tukar saya dengan yang ini hapemu!” kata saya.
“Wahh… dapat hape baru nih, Mama nggak dibeliin?” mamanya ngeledek.
Istri saya tidak tahu maksud saya membelikan handphone baru untuk Muti Mutiara.
Selang 2 hari, hari libur. Istri saya mengajak Riko ke rumah kakek neneknya, karena sudah sekitar 3 bulan istri saya tidak ke rumah orang tuanya, sekalian mengantar uang bulanan. “Semalam Muti Mutiara nggak enak badan. Tolong dilihat ya Pah, kalau masih nggak enak badan juga, suruh minum obat.” kata istri saya pada saya yang sedang duduk nonton televisi.
Istri saya menunduk mencium bibir saya. Cuupp… cupp… muaahhh…. sudah ya, Pah…”
Melihat Riko masih memesan mobil online dengan hapenya di teras belum dapat-dapat, saya merangkul leher istri saya, lalu bibirnya yang bergincu merah itu saya lumat dengan bibir saya. Teteknya yang menggelantung, saya keluarkan dari BH-nya, lalu saya remas.
Istri saya meronta minta dilepaskan, malah saya menarik turun celana dalamnya dari dalam roknya, sehingga memaksa ia duduk di pangkal paha saya memasukkan penis saya yang tegang ke lubang vaginanya yang basah, lalu digoyangnya dengan cepat penis saya sembari kami melumat bibir.
Sheerr… sheerrr… sheerrr…. air mani saya menembak di dalam vagina istri saya. “Mmmhhh… Papaahhhh….“ desah istri saya.
“Nikmat sekali, sayang…”
“Papa keterlaluan, orang sudah mau pergi masih dientot!”
“Haa… haa… siapa suruh cium bibir?” jawab saya.
Istri saya buru-buru pergi ke kamar mandi mencuci vaginanya. Sebentar kemudian Riko mendapat mobil online, mereka berangkat. Saya mandi.
Tidak lama saya selesai mandi dan duduk kembali nonton televisi, Muti Mutiara keluar dari kamar dengan rambut acak-acakan sambil mengucek-cuek matanya. “Papah… “ panggilnya manja melemparkan pantatnya di samping saya.
Saya merangkul bahunya dan mencium rambutnya. “Mau penis Papah lagi?” tanya saya.
“Papahh…. mmmhhh…” desah Muti Mutiara manja menyandarkan kepalanya di bahu saya.
Saya mengeluarkan penis saya dari celana dan menarik tangan Muti Mutiara memegangnya. Muti Mutiara menurut, ia menggenggam penis saya dan meremasnya pelan. “Papahhh…” desahnya.
Penis saya mulai tegang. “Kocok seperti kemarin ya, sayang?” kata saya membantu tangan Muti Mutiara bergoyang.
“Nggak mau, nanti keluar!” jawab Muti Mutiara manja.
“Kalau gitu, Papah jilat memek kamu ya, kayak kemarin, enak kan?” kata saya. “Ayo kita ke kamar,” ajak saya mematikan televisi dengan remote control, lalu bangun menarik Muti Mutiara yang masih duduk.
“Gendong…” pintanya manja.
Kemanjaan Muti Mutiara membuat saya semakin kehilangan akal sehat. Saya mengangkat Muti Mutiara berdiri, lalu memeluknya, kemudian bibirnya saya cium dan saya lumat. Muti Mutiara yang belum pandai ciuman bibir hanya mangap-mangap mulutnya, tapi saya tahu bahwa ia menikmati ciuman saya sehingga tangan saya berani masuk ke dalam baju tidurnya, lalu mengangkat BH-nya dan meremas teteknya yang bulat kecil itu.
Napas Muti Mutiara tersengal-sengal. Saya segera menariknya masuk ke kamar. Tempat tidurnya seperti kapal pecah. Saya tidak peduli lagi. Setelah Muti Mutiara berbaring, saya segera melepaskan celana tidur dan celana dalamnya. Pahanya yang putih saya kangkang lebar.
Lalu vagina Muti Mutiara segera saya hisap dan saya lumat dengan mulut saya. Saya sudah tidak bisa menjelaskan lagi bagaimana baunya vagina Muti Mutiara. Pantat Muti Mutiara naik-turun dan tangannya mencakar-cakar selimut. “Ooohhh… Papaaahhh…. Pappp…. ppaaahhh…. “ teriaknya dengan napas tersengal-sengal.
Saya melepaskan celana pendek saya. Sambil menjilat vagina Muti Mutiara, saya mengocok penis saya yang sudah sangat tegang. Kemudian saya berhenti sebentar melepaskan kaos saya dan kaos Muti Mutiara serta BH-nya sehingga saya dan anak gadis saya bertelanjang bulat.
Saya menjilat vagina Muti Mutiara lagi dan mengocok penis saya sampai air mani saya sudah terasa di pangkal penis saya, lalu saya naik ke tempat tidur menyumbat lubang vagina Muti Mutiara dengan kepala penis saya yang berwarna sangat merah itu. Saya menindih Muti Mutiara, saya menghisap puting teteknya yang kecil sembari saya menggoyang-goyang penis saya di lubang vaginanya yang sempit dan ketat.
Hanya kepala penis saya yang masuk, lalu saya menyemburkan air mani saya. Crroott…. crroott… crroottt…. Muti Mutiara memeluk saya erat-erat. “Oohhh…. Papp…paahhhh… mau pipisss…” erangnya.
Saya tidak menanggapi Muti Mutiara. Saya mencium bibirnya sampai penis saya terkulai dan vagina Muti Mutiara dibajiri dengan air mani saya. Entahlah apa setetes atau dua tetes air mani saya sempat menembus ke rahimnya atau tidak.
Bersambung…
Setelah kejadian tersebut, bukannya saya tidak takut. Bukan takut Muti Mutiara hamil, tapi takut ia salah ngomong dengan mamanya, bisa menjadi neraka buat saya nanti. Tapi saya tunggu-tunggu sampai lewat 2 minggu, saya pulang kerja hampir magrib, saya mendengar suara Muti Mutiara berteriak-teriak. “Sudahh… Maa… sudahhh… sakitt… Maaa….!!”
“Ngapain kakakmu?” tanya saya pada Riko yang duduk nonton televisi.
“Lagi dikerik sama Mama…” jawab Riko.
Saya cepat-cepat melepaskan sepatu dan kaos kaki saya, lalu pergi ke depan kamar Muti Mutiara membuka pintu. “Papahh… sakitt… Papaahhh… “ teriak Muti Mutiara bertelanjang dada hanya memakai celana dalam saja duduk di tempat tidur dan punggungnya dikerik oleh mamanya.
Saya tidak berani melawan istri saya. Saya hanya duduk di tempat tidur membiarkan Muti Mutiara memeluk saya. Ia menjadi tenang tidak berteriak-teriak sampai mamanya selesai mengerik punggungnya.
“Saya masak bubur, tolong punggungnya dikasih minyak kayu putih.” suruh istri saya membereskan alat-alat keriknya, lalu pergi dari kamar Muti Mutiara menutup pintu meninggalkan saya dan Muti Mutiara di dalam kamar.
Saya mengusap punggung Muti Mutiara yang sudah dikerik oleh mamanya itu dengan minyak kayu putih. Keningnya yang basah dengan keringat, saya bersihkan dengan tissu.
“Papahh… “ panggil Muti Mutiara manja memeluk saya.
Saya mengecup bibirnya. Muti Mutiara merangkul leher saya, bibirnya melumat bibir saya. Saya kaget, tapi berusaha tenang. Teteknya saya remas. “Oohhh…. Papaahh….” tiba-tiba tangan Muti Mutiara meremas penis saya.
“Mau penis Papah?” tanya saya.
Muti Mutiara memeluk saya. “Badan Papah bau keringat. Papa mandi dulu, ya?” kata saya, lalu saya memakaikan pakaian ke tubuhnya.
Setelah itu saya merebahkannya di tempat tidur, mengecup keningnya dengan hangat, lalu pergi dari kamarnya. Saya melepaskan pakaian kerja saya dan celana dalam saya di depan keranjang pakaian kotor. Kemudian saya membungkus tubuh saya yang telanjang dengan handuk, lalu pergi ke dapur.
Istri saya sedang mengaduk-aduk bubur di depan kompor. Saya memeluknya dan meremas teteknya yang menggantung dari belakang. “Belvina sakit apa sih, Ma?”
“Pulang sekolah badannya lemas dan katanya kepalanya pusing. Pah, Riko…” kata istri saya ketika jari saya mencucuk lubang vaginanya. “Memek Mamah sudah basah, main ya, Mah?”
“Kayak nanti malam mau kiamat aja. Mandi dulu sana. Suapin Muti Mutiara makan bubur, Mama mau tengok cucunya Bu Makmur yang lagi gejala demam berdarah!” kata istri saya.
Saya pergi ke kamar mandi. Hanya 5 menit saya mandi. Saya hanya memakai celana boxer dan bertelanjang dada ketika istri saya memberikan saya mangkok berisi bubur panas. “Habis makan bubur, Muti Mutiara kasih minum obat ya, Pa.” pesan istri saya.
Saya membawa bubur masuk ke kamar Muti Mutiara. “Ayo bangun sayang, makan bubur dulu!” suruh saya duduk di samping Muti Mutiara.
“Nanti aja Pa, belum lapar!”
“Tapi perut kamu harus diisi, lalu minum obat.” kata saya.
Muti Mutiara menurut. Hampir semangkok bubur ia habiskan. Saya sedikit tenang ketika memberinya minum obat penurun panas. Istri saya sudah berangkat ke rumah Bu Makmur yang jaraknya 4 rumah dari rumah saya. Saya berbaring di samping Muti Mutiara lalu kami berciuman bibir.
Kemudian saya tersenyum dalam hati sewaktu Muti Mutiara mengeluarkan penis saya yang tegang dari celana saya, lalu diremasnya dan dikocoknya penis saya. Malahan ia melepaskan celana saya hingga saya telanjang.
Sayapun tidak mau membuang-buang waktu lagi. Kulepaskan pakaian Muti Mutiara beserta celana dalamnya. Saya menaikkan tubuh telanjang Muti Mutiara ke tubuhku membentuk posisi 69. Saya bisa merasakan tangan Muti Mutiara menggenggam batang penis dan lidahnya menjilat kepala penis saya.
Aku menangkupkan mulut saya ke seluruh vaginanya, lalu mulai mengulum dan menghisap. “Paaa… paahhhh…. “ erang Muti Mutiara.
Saya membalik tubuh Muti Mutiara, lalu mengulum dan menghisap lagi vaginanya sambil saya mengocok penis saya. Ketika kenikmatan sudah memenuhi otak saya, saya menyumbatkan kepala penis saya ke lubang vagina Muti Mutiara yang sudah mekar menganga.
Saya tekan masuk kepala penis saya dulu, kemudian baru saya menindih Muti Mutiara lalu menjilati teteknya. Kedua tangan Muti Mutiara memeluk pinggang saya erat-erat ketika penis saya mengayun di lubang vaginanya yang sempit.
“Paa…ppaahh… enakk… Paa… paaahh…” desahnya.
Bagaimana saya bisa menahan diri tidak memasukkan penis saya semakin dalam ke lubang vagina Muti Mutiara kala mendengar desahannya itu? Saya tekan terus penis saya sambil mulut saya menghisap teteknya. Ia tidak mengeluh vaginanya sakit, mungkin ia sudah sangat terangsang sehingga vaginanya jadi kebal.
Saya ayunkan lagi penis saya keluar-masuk sambil saya mencium lehernya. Akhirnya ¾ penis saya masuk ke dalam vagina anak perempuan saya tersebut. Saya semakin terasang dengan vagina Muti Mutiara yang sempit, lalu.. ahhh… Papaaahh… teriak Muti Mutiara sejenak saat saya menghentakkan penis saya di vaginanya sehingga penis saya seperti tergenggam erat semuanya oleh dinding vaginanya.
“Sakit nggak, sayang?” tanya saya.
Muti Mutiara menggeleng membuat saya mulai menggenjot pelan-pelan lubang vaginanya. “Ssstttt… oooo… Pappp… paahh… mau pipis, Papaahhh…” desah Muti Mutiara.
Saya mencium bibirnya dan terus memompakan penis saya di lubang memeknya. Teteknya semakin keras. Putingnya mencuat sepertinya Muti Mutiara terangsang hebat. “Ooohhhh… Paappp… ppaaaahhhh…. enakkkk…. Paaappp.. paahhhh…” teriaknya memeluk saya erat-erat. Saat itu penis saya bisa merasakan pijitan dinding vaginanya.
Muti Mutiara orgasme!
Cuma ia tidak tahu bahwa ia orgasme, sehingga membuat saya semakin menggenjot lubang vaginanya. Lalu… aaahhhh…. saya mengejang dengan hebatnya, terus… crroott… crroott… crroottt… saya tumpahkan air mani saya di dalam vagina Muti Mutiara.
*****
Malam itu, saya tidak bisa tidur berbaring di samping istri saya. Wajah Muti Mutiara terbayang-bayang ketika melihat ia memandang penis saya yang berlumuran darah perawannya itu, namun tidak membuat saya jera.
Saya menyetubuhi Muti Mutiara seminggu sekali. Tapi Muti Mutiara tidak menunjukkan dirinya bahwa ia sudah tidak perawan. Bahkan ia mulai pacaran dengan kakak kelasnya.
Andi sangat sering ke rumah saya. Pada suatu siang, tidak sengaja saya menemukan bersetubuh. Saya justru senang. Diam-diam saya memotret. Sewaktu Andi datang lagi ke rumah saya, saya bilang sama Andi.
“Di, Oom mau ngomong dengan kamu berdua.” kata saya.
Di teras, siang itu saya tunjukkan fotonya sedang ngentot dengan Muti Mutiara. “Kamu harus bertanggung jawab,” kata saya.
Andi gelagapan. Berselang seminggu kemudian, Andi menyuruh kedua orang tuanya datang ke rumah saya melamar Muti Mutiara. Hari pernikahan ditentukan.
Muti Mutiara terpaksa tidak menyelesaikan SMA-nya. Muti Mutiara tampak begitu cantik siang itu saat diberkati di sebuah restoran dengan Andi suaminya.
Selesai resepsi, saya kecapean.Lalu akupun kembali ke hotel yang disediakan oleh keluarga Andi. Waktu sendirian, istri saya masih ngobrol di restoran. Sayapun berbaring di tempat tidur melepaskan lelah hanya memakai celana dalam.
Saya hampir mau tertidur ketika pintu kamar diketok. Aku sangka istri saya. Akupun meloncat turun dari tempat tidur membuka pintu kamar. Ternyata Andi dan Muti Mutiara. Andi masih memakai jas lengkap dan Muti Mutiara masih memakai pakaian pengantin.
“Tunggu sebentar ya sayang,” kata Muti Mutiara pada Andi. Saya jadi cemburu melihat kemesraan mereka. “Aku mau ngomong sebentar dengan Papah.” Gairahpria.com
Muti Mutiara masuk ke kamar meninggalkan Andi di luar. Muti Mutiara menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Setelah itu, ia memeluk saya. Yang terjadi kemudian adalah kami saling berciuman. Muti Mutiara masih menginginkan saya ternyata ketika tangannya merogoh penis saya dan meremasnya.
“Papahh… puaskan aku…” desahnya terlentang di kasur menyibak pakaian pengantinnya.
Melihat celana dalamnya yang membusung, saya langsung melumatnya. “Oohh… Papahh… lepaskan celana dalam aku… ” desahnya.
Saya tidak ingat Andi lagi ketika melihat vagina Muti Mutiara yang telanjang. Mulut saya langsung mengulum dan melumat sampai Muti Mutiara berteriak orgasme.
Kemudian saya menghujamkan penis saya ke lubang vagina anak perempuan saya untuk yang kesekian kalinya. Saya genjot dengan penuh gairah dan semangat, sehingga tidak sampai 10 menit, air mani saya telah tumpah di dalam vagina Muti Mutiara. Muti Mutiara memeluk saya erat-erat dengan senyuman khasnya.
“Terima kasih, Papah…” ucapnya.
Saya membersihkan vaginanya dan memakai kembali celana dalamnya. “Tau nggak Pah, aku hamil. Anak Papah…!” katanya senang, bukan sedih. “Makanya kenapa aku mau terima pinangan Andi.”
Anak saya mulai pintar rupanya!
|GAIRAHPRIA.COM (MATAUANGSLOT) |GAIRAHPRIA.COM